Thoriqoh sendiri berarti jalan.Orang biasanya menyebut firqoh untuk aliran dan mazhab dalam fiqih. Thoriqoh sendiri dinisbatkan pada aliran dalam tasawuf.
Thoriqoh sendiri saling mendukung satu sama lain, diantara mereka saling memuji. Karena di dalam sanad thoriqoh, bertemu para ulama atau wali Allah tertentu, bila tidak, maka sanad akan bertemu pada Nabi Muhammad Saw guru dari semua guru sufi. Thoriqoh yang bersanad hingga Nabi Muhammad Saw, Jibril As disebut thoriqoh mu'tabarrah.
Ada juga thoriqoh yang tidak bersanad dan mengaku mendapat wahyu langsung dari Allah, atau Jibril As, atau melalui Khidir As, yang terakhir ini tidak diketahui tentang kelurusannya.
Sebenarnya mengapa kita harus masuk ke dalam thoriqoh. Apakah hal tersebut sebuah kewajiban? Dalam tradisi berthoriqoh, memilih masuk thoriqoh bukanlah tanpa alasan, banyak faktor yang menjadi landasanya. Kendati demikian masih ada para pengikut thoriqoh yang belum menyadari akan hal ini.
Landasan Al Qur-an
Dalam surat Al Jin ayat 16 disebutkan: “Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus dengan dawam (istiqomah) di atas jalan (thoriqoh) Alloh SWT, pasti kami akan memberi minum kepada mereka dengan air yang segar”.
Mengenai kalimat thoriqoh dalam ayat ini memang bermacam-macam tafsirannya, ada yang menafsirkan Islam, ada juga yang menafsirkan suatu jalan dalam Islam yang lebih menekankan dzikir, muroqobah, musyahadah, kebersihan hati serta mengharap ridlo Alloh. Sebagaimana yang ditafsirkan dalam kitab Hasyiyatush Showi (Syarah Tafsir Jalalain) Juz IV halaman 216. Ayat tersebut ditafsirkan sebagai berikut : “Dan seandainya hamba Alloh itu istiqomah dalam menjalankan Thoriqoh dengan sepenuh hati, yakni mendawamkan (melanggengkan) wirid, dzikir, muroqobah, musyahadah, serta melakukan hal-hal yang terpuji dan meninggalkan hal-hal yang tercela seraya mengharap ridho Alloh, pasti Alloh akan memenuhi hati mereka dengan asror wa ma’arif ilahiyyah (rahasia pengetahuan ketuhanan) serta rasa cinta yang mendalam kepadaNya.
Sementara dalamsuratAn Nahl ayat 43 disebutkan: “Maka bertanyalah kepada ahli dzikir jika kamu tidak mengetahui”.
Kata “ahlidz dzikir” menurut terjemahan Al Qur-an kementerian agama ialah orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Namun ada juga yang mempunyai pendapat lain, misalnya dikalangan sufi, menafsirkan kalimat “ahlidz dzikir” sebagai ahli hikmah, yakni orang-orang memahami yang makrifah. Dengan berpijak pada ayat ini membuat para pengikut thoriqoh berkesimpulan bahwa beragama tanpa bertashawuf akan kering, bertashawuf tanpa berthoriqoh bisa tersesat, ber thoriqoh tanpa keta’atan terhadap syekh atau mursyid tidak akan mencapai tujuan. Bahkan ada yang mengatakan, berthoriqoh tanpa syekh atau mursyid bisa terjadi iblis adalah gurunya.
Landasan Hadits Nabi
“Asysyari’atu aqwaalii, at thoriiqotu af’aalii, alhaqiiqotu ahwaalii, alma’rifatu ro’sul ma’alii” (HR. Anas bin Malik). Artinya : “Syari’at itu ucapanku, thoriqot itu perbuatanku, hakikat itu keadaanku dan ma’rifat itu puncak kekayaan (bathin)”. (HR. Anas bin Malik). Hadits Atsar
Sayyidina Ali pernah ditanya oleh salah seorang shohabat: “Apa anda pernah melihat Tuhan?” Jawab Ali: “Bagaimana aku menyembah kepada yang tidak pernah aku lihat,”. “Bagaimana anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Ali pun menjawab: “Dia tidak bisa dilihat oleh mata dengan pandangannya yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan”.
Riwayat ini juga mempertegas betapa pentingnya hati bagi para pencari Tuhan, berarti ini juga bagiannya thoriqoh.
Nasehat Imam Syafi’i
Adasebuah nasihat Imam Syafi’i yang patut dijadikan renungan :
“Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tashawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Alloh saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak menjalani tashawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan taqwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tashawuf tapi tidak mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?
Ingin mencapai kesempurnaan dalam ibadah.
Dengan thoriqoh inilah seorang muslim berusaha mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Alloh, termasuk berusaha bagaimana agar mampu beribadah seakan-akan melihat-Nya dan berusaha agar selalu bersama-Nya setiap saat dimana saja dan kapan saja. Tentunya seseorang tidak akan mampu mencapai kesempurnaan dan kenikmatan beragama secara kaffah tanpa mengamalkan tauhid, fiqih, dan tashawuf secara baik dan benar.
Disamping ajaran wirid juga ajaran kebersihan hati.
Dalam thoriqoh bukan hanya diajarkan wirid saja, tapi diajarkan pula bagaimana cara untuk membersihkan hati (tazkiyatun-nafsi) dan mendekatkan diri (taqorrub) kepada Alloh.
Memperhatikan keutamaannya berthoriqoh (tentunya dari kacamata sufi).
Diantaranya :
Dengan masuk thoriqoh berarti kita berpotensi untuk mendapatkan “Maa’an Ghodaqo”. (berdasarkan surat Al jin ayat 16). Adapun maksudnya “Maa’an Ghodaqo” itu adalah rahasia pengetahuan ketuhanan, serta rasa cinta yang mendalam kepadaNya.
Dengan masuk thoriqoh berarti telah berupaya untuk mendekatkan diri kepada Alloh.
Karena di dalam hadits nabi telah diperintahkan : “Adakanlah! (jadikanlah!) dirimu itu beserta Alloh, jika engkau (belum bisa) menjadikan dirimu beserta Alloh, maka adakanlah (jadikanlah) beserta dengan orang-orang yang beserta Alloh, maka sesungguhnya, (orang itulah) yang menghubungkan engkau kepada Alloh (yaitu Rohaninya). (Hadits Riwayat Abu Daud).
Bagi dunia tashawuf, mursyid (pimpinan suatu thoriqoh) itu adalah orang yang sudah dekat dengan Alloh (beserta Alloh). Dengan demikian, bila kita masuk dalam suatu thoriqoh yang dipimpin oleh seorang mursyid, berarti sama halnya telah mengusahakan diri kita beserta dengan orang yang beserta Alloh.
Dengan berthoriqoh (berguru ke seorang yang mursyid), berarti juga akan mendapat syafaat dari mursyidnya.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits nabi : “Dari Abu Sa’id, Rosululloh SAW bersabda, “Sesungguhnya sebagian dari umatku ada yang memberi syafaat kepada golongan besar dari manusia, sebagian dari mereka ada yang memberi syafaat kepada satu suku, sebagian dari mereka ada yang memberi syafaat kepada satu orang, sehingga mereka masuk surga semuanya.” (H.R. Tarmizi).
Apa yang diamalkan dalam Thoriqoh (contoh: tarekat Qadiriyah dilakukan setelah selesai sholat)
- Membaca istighfar 3 x setelah sholat fardhu. Jumlah ayat dan hadits tentang tobat telah sangat jelas.
- Membaca shalawat 3x setelah sholat fardhu. Keutamaan membaca shalawat sangat jelas.
- Membaca syahadat 165 kali setelah sholat fardhu. Keutamaan syahadat sangat jelas.
Seorang bertanya apakah ada dalil tentang angka 165, maka seorang pengikut tarekat, syahadat adalah hal yang diperintahkan, dan tidak ada yang melarang membaca dalam jumlah dan waktu tertentu. Hal ini malah didukung hadits dari 'Aisyah ra, di atas tentang keistiqomahan.
Dan Insya Allah dari sanadnya sendiri sudah merupakan penguatan dalilnya.
- Mengirim alfatihah kepada para guru: terutama kepada Syekh Abdul Qodir Jaelani dan Syekh Abu al-Qosim Junaid al Bagdadi. Di dalam kitab “al Mughni” oleh Ibnu Qudamah disebutkan: Ahmad bin Hanbal mengatakan,”Segala kebajikan akan sampai kepada si mayit berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin biasa berkumpul di setiap negeri kemudian membaca Al Qur’an dan menghadiahkannya bagi orang yang mati ditengah-tengah mereka dan tidak ada yang menentangnya, hingga menjadi kesepekatan.” (Fiqhus Sunnah juz I hal 569)
Kita perhatikan betapa 'sedikitnya' amalan yang dilakukan selesai sholat oleh seorang pengikut tarekat Qodiriyah. Kebanyakan ulama-ulama yang menggabungkan banyak tarekat menurut kesanggupan masing-masing.
Jadi kita melihat bahwa tidak ada hal yang baru dalam amalan tarekat. Semua ada landasan, dan perjanjiannyapun dilakukan karena adalah landasannya tentang keistiqamahan dalam beramal. Maka barangsiapa mencela tarekat, maka sesungguhnya mencela perkataan Nabi Saw tentang keistiqamahan, dan mencela amalan-amalan yang berdalil.
Bagi tradisi tashawuf, seorang mursyid diyakini juga bisa memberi syafaat bagi pengikutnya.
Dengan berthoriqoh (berguru ke seorang yang mursyid), berarti akan senantiasa mendapat bimbingan untuk membersihkan hati, untuk menuju kepada Alloh. Karena memang itulah keahlian seorang mursyid, memberi petunjuk, membimbing muridnya agar bisa sampai pada Alloh.(*)